SEMARANG, nukotasemarang.com – Rabithah Ma’ahid Ismaliyyah Pengurus Wilayah Jawa Tengah mengadakan Halaqah Pengasuh Pondok Pesantren Se-Jawa Tengah di Gedung PGRI komplek GOR Pandanaran Kabupaten Semarang (24/10). Kegiatan ini mengangkat tema “Pesantren Transformatif: Meneguhkan Peran, Merespon Perubahan.”
“Bagaimana kita meneguhkan kembali nilai-nilai pondok pesantren yang telah ditanamkan guru-guru kita.” terang KH. Ubaidullah Shodaqoh selaku Rois Syuriyah PWNU Jateng.
Prinsip menjaga tradisi almuhafadhatu (menjaga hal-hal baik) harus dipegang teguh baru al-akhdzu (mengambil hal baik yang lebih baik).
Seiring kemajuan zaman ini, kita sebagai pengasuh pesantren harus lebih responsif menghadapi perkembangan yang ada.

“Transformasi pesantren ini menjadi penting sedang menjadi sorotan luar biasa.” ungkap KH. Abdul Ghafar Rozin selaku Ketua Tanfidziah PWNU Jateng.
Baru saja diumumkan Presiden kemarin (20/10) Direktorat Jenderal Pondok Pesantren Kementerian Agama pada peringatan Hari Santri 2025 merupakan momentum yang tepat. Kemunculan Dirjen ini menjadi percepatan Undang-Undang Pesantren no.18 tahun 2019.
“Kita perlu mengawal Dirjen Pesantren ini agar tidak memperkuat hegemoni terhadap pesantren.” terang Gus Rozin sapaan akrab.
Karena kekhasan pesantren ini dilindungi UU Pesantren. Namun, pada dasarnya hegemoni ini tidak akan terjadi karena sudah ada barikade dalam UU Pesantren.
Menurut hemat Gus Rozin, sebelum pesantren kuat dan berdaya, sebenarnya, Dirjen Pesantren ini belum sepenuhnya perlu. Namun, karena momentumnya telah tiba. Tinggal bagaimana kita memantau dan menjaga keberadaan Dirjen Pesantren.
Halaqah ini kemudian dilanjutkan dengan diskusi oleh Dr. H. Saiful Mujab, MA. (Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Jawa Tengah) dan KH. Fadhlullah Turmudzi, M. Pd (Ketua Umum Asosiasi Pendidikan Diniyah Formal). (*)


