Syekh Abdurrahman Subkhi Melawan Penjajah dari Hutan Alas Roban

Pendahuluan

Secara historis, wilayah Alas Roban tidak pernah secara langsung “jatuh” kepada VOC. VOC adalah singkatan dari Vereenigde Oostindische Compagnie, atau dalam bahasa Inggris disebut Dutch East India Company, yang merupakan perusahaan dagang Belanda yang sangat berpengaruh di Nusantara pada abad ke-17 dan 18. Didirikan pada tahun 1602, VOC memiliki berbagai hak istimewa dan menjadi kekuatan politik dan ekonomi yang signifikan di wilayah Indonesia. Penduduk pribumi pun sangat terjajah oleh VOC.

Pada tahun 1628 dan 1629 Sultan Agung Penguasa Mataram Islam mengadakan penyerangan ke Batavia yang kala itu dikuasai VOC Belanda. Dua kali serangan ini gagal mengalahkan VOC Belanda. Setelah Sultan Agung wafat tahun 1645 dan digantikan anaknya Raden Sayidin yang bergelar Sunan Amangkurat 1 situasi menjadi berubah. Jika ayahnya sangat anti terhadap VPC Belanda namun anaknya justru bekerjasama dengan VOC Belanda. Sejak era Sunan Amangkurat 1 tahun 1646 VOC Belanda mulai menancapkan pengaruhnya di dalam keraton Mataram Islam.

Pada masa akhir Mataram Islam di bawah kekuasaan Amangkurat III, Alas Roban yang sekarang masuk Kecamatan Gringsing Kabupaten Batang Jawa Tengah, juga memiliki peran strategis dalam pertempuran dan perlawanan terhadap VOC Belanda. Alas Roban menjadi salah satu tempat persembunyian pendukung Amangkurat III yang berkuasa tahun 1703-1705 yang berebut tahta dengan pamannya Pageran Puger yang kemudian bergelar Pakubuwono I. Saat itu Pangeran Puger atau Pakubuwono I bekerjasama dengan VOC Belanda dan menangkap Amangurat III untuk dibuang di Sri Lanka hingga wafat tahun 1734. Banyak pasukan yang setia kepada Amangkurat III melakukan aksi perlawanan terhadap Pakubuwana I dan VOC Belanda yang kemudian berhasil menguasai keraton Mataram Islam di Kartasura.   

Melawan Belanda

Salah satu ulama pejuang yang getol melawan penjajah VOC pada era akhir Mataram Islam dan bersembunyi di hutan Alas Roban adalah Syekh Abdurrahman Subkhi atau Mbah Subuh. Sejumlah literasi kuno menyebutkan bahwa Syekh Abdurrohman Subkhi atau Mbah Subuh sebenarnya berasal dari Aceh yang mengabdikan diri di Kerajaan Mataram Islam yang ikut aktif dalam melawan penjajah VOC. Beliau dikenal sebagai ulama pejuang yang gigih berperang melawan penjajah VOC Belanda di daerah Alas Roban bersama para pengikutnya.

Dalam penyamarannya supaya tidak diketahui musuh, Syekh Abdurrohman Subkhi sering berpenampilan sebagai petani. Bersama pengikutnya, beliau juga mendirikan pondok pesantren di perkampungan wilayah hutan jati Desa Sentul. Dari pondok inilah, Syekh Abdurrohman Subkhi menyusun rencana dan strategi perang sekaligus syiar agama Islam untuk masyarakat setempat.

Awal mulanya, warga kampung setempat tidak paham dengan keberadaan Syekh Abdurrohman Subkhi dan para pengikut yang mendirikan pondok pesantren di tengah hutan. Hingga pada suatu ketika, ada penduduk yang lewat saat waktu subuh untuk berangkat ke ladang.

Kala itu, warga melihat Syekh Abdurrohman sedang menunaikan shalat Subuh bersama para santri atau pengikutnya. Dan sejak saat itu, masyarakat memanggilnya dengan sebutan Wali Subuh.

Karomah dan Haul 

Syekh Abdurrohman Subkhi atau Mbah Wali Subuh ini mempunyai karomah yang ditujukan untuk orang-orang yang mempunyai hati bersih. Banyak pejabat yang datang untuk berdoa di makamnya.

Setiap tanggal 23 Rajab kalender Jawa, di makam tersebut selalu diperingati haul yang dihadiri banyak pengunjung. Selain itu, setiap hari Selasa Pon dan Jum’at Legi diadakan selapanan rutin.

Lokasi makam Syekh Abdurrohman Subkhi terletak di tengah hutan jati Perhutani, tidak jauh dari Jalan Alternatif Alas Roban. Untuk sampai ke lokasi makam, pengunjung harus melewati celah tebing padas. Dari celah itu melewati jalan setapak lebih kurang 300 meter untuk sampai makam.

Kondisi makam terawat dengan baik dan sudah dilengkapi dengan musala, toilet, serta pondok untuk menginap bagi para musafir yang singgah. Listrik dan air PDAM juga sudah terpasang berkat bantuan para jamaah yang kerap berziarah ke makam tersebut.

Di kompleks makam itu, selain Syekh Abdurrohman Subkhi, juga ada dua makam lain yang mengapit. Konon keduanya adalah makam pengawal beliau yang selalu melindungi setiap terjadi peperangan. Makam Syech Abdurrohman Subkhi diharapkan bisa terdaftar sebagai situs religi sehingga kelak menjadi destinasi wisata religi yang bermanfaat bagi bansa dan negara.

Garis Keturunan

Salah satu garis keturunan Syekh Abdurrahman Subkhi atau Mbah Subuh yang masih eksis adalah Aburrahman yang menikah dengan Mani’ah anak dari Lurah Tong Singo (Lurah Desa Jetis yang sekarang menjadi dukuh Jetis digabung dengan desa Karangsono Mranggen).

Menurut Eko Wisnu Atmojo, salah satu keturunan Syekh Abdurrahman Subkhi atau Mbah Subuh yang berdomisili di Desa Dumbo Sayung Demak, bahwa hasil perkawinan Abdurrahman dengan Mani’ah melahirkan anak bernama Salipah yang menikah dengan Abdul Kadir, seorang pemuda dari Wonosalam Demak yang masih keturunan Sunan Kalijaga yang pernah menjadi santri di Ngroto dan di Girikusumo Mranggen pada akhir abad 19.

Hasil pernikahan Abdul Kadir dengan Salipah melahirkan seorang anak bernama Saleman (lahir 1911 dan wafat 1986 dalam usia 75 tahun). 

Setelah Salipah wafat, Abdul Kadir menikah dengan Kardimah binti Mudin Kardi yang memiliki istri bernama Sagimah binti Mbah Abdurrohman bin Mbah Subuh Batang. Jadi Mbah Kardimah (istri kedua) masih keponakan Mbah Salipah (istri pertama).

Kardimah lahir pada tanggal 22 Nopember 1906. Saat menikah dengan Mbah Abdul Kadir tahun 1915 usianya masih 9 tahun sedangkan Abdul Kadir usia 44 tahun. Tapi Abdul Kadir sabar menunggu tidak mengumpuli Kardimah selama 3 tahun hingga usia 12 tahun Kardimah menginjak aqil baligh yang ditandai dengan haidlh.

Hasil pernikahan Abdul Kadir dengan Kardimah mempunyai empat anak yaitu Saikun (lahir 1926 dan wafat 1963 dalam usia 37 tahun), Sukri (lahir 1929 dan wafat tahun 2013 dalam usia 84 tahun), Matrohkatun Prayitno (lahir 1932 dan wafat 2008 dalam usia 76 tahun) dan Mat Sahid (lahir 1943 – sekarang).

Walhasil salah satu garis keturunan Syekh Abdurrahman Subkhi hingga kini masih berkembang di daerah Mranggen. [arina]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *