Oleh M Kholidul Adib
Pilwalkot Semarang sudah mulai hangat seiring dengan akan segera digelar masa kampanye.
Ada dua pasangan calon yang sudah resmi mendaftar ke KPU yaitu paslon Agustina Wilujeng – Iswar Aminuddin yang diusung PDIP dan paslon Yoyok Sukawi – Joko Santoso yang diusung Koalisi Semarang Maju Bermartabat yang terdiri atas Partai Gerindra, Partai Demokrat, PKS, PKB, PSI, Partai Golkar, PAN, PPP dan Partai Nasdem.
Salah satu isu yang ramai dibicarakan masyarakat adalah faktor agama yang dianut Agustina Wilujeng. Agustina merupakan wanita kelahiran Semarang, 11 Agustus 1971. Ia beragama Katolik dari paroki St. Maria Fatima.
Bagi PDIP sebagai partai nasionalis tentu berpendapat semua warga negara memiliki hak yang sama untuk diusung mengisi jabatan publik.
Namun bagi kalangan muslim/religius masih banyak yang menjadikan agama sebagai faktor yang menentukan pilihan politik.
Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Undip Dr. Teguh Yuwono mengatakan bahwa agama tidak menjadi faktor yang menentukan masyarakat dalam memilih kandidat calon walikota Semarang. Hal yang demikian ini juga tampak dari hasil survey Y-Publica pimpinan Rudi Hartono. Dalam penelitiannya ternyata isu agama tidak berimbas pada Pemilihan Wali Kota (Pilwalkot) Semarang 2024. Dia mengatakan bahwa segmentasi agama tidak terlalu berpengaruh.
Menurut hasil survei lembaganya ada sekitar 59 persen warga kota Semarang tidak mempersoalkan agama seorang kandidat. Dia mengatakan hal tersebut dalam acara rilis hasil survei di River View Cafe, Kota Semarang, Senin (16/9/2024).
Namun dari hasil survey tersebut, secara tidak langsung telah menyatakan bahwa ada 41 persen penduduk Kota Semarang yang masih mempersoalkan agama dalam menentukan pilihan walikota Semarang.
Dengan kata lain, jika menggunakan tipologi politik aliran, maka hasil survey tersebut hendak menegaskan jika angka 51 persen merepresentasikan jumlah pemilih dari kalangan nasionalis, sedangkan pemilih dari kalangan religius ada 41 persen.
Apakah angka 51 persen pemilih dari kalangan nasionalis yang tidak mempersoalkan agama seorang kandidat tersebut secara otomatis akan memilih paslon Agustina –Iswar yang diusung PDIP?
Tentu saja tidak, sebab paslon Yoyok Sukawi – Joko Santoso juga mendapatkan dukungan dari kalangan partai-partai nasionalis seperti Partai Gerindra, Partai Demokrat, Partai Golkar, PSI dan Partai Nasdem.
Dengan demikian maka angka 51 persen pemilih dari kalangan nasionalis tersebut dipastikan akan terbelah menjadi dua yaitu antara memilih Agustina – Iswar dan Yoyok Sukawi – Joko Santoso.
Sedangan 41 persen warga Kota Semarang yang dianggap religius karena masih menjadikan agama sebagai faktor yang mempengaruhi pilihan kandidat walikota Semarang (rata-rata pemilih PKS, PKB, PAN, PPP) akan menjatuhkan pilihannya kepada Yoyok Sukawi – Joko Santoso yang dianggap sebagai sesama penganut agama Islam.
Jika melihat kalkulasi dukungan masyarakat dari faktor agama maka besar peluang paslon Yoyok Sukawi – Joko Santoso akan lebih unggul.
Memilih seorang kandidat atas dasar kesamaan agama adalah hak warga negara, namun menjadikan pilihan politik atas dasar agama tentu tidak baik bagi pengembangan demokrasi di Indonesia.
Namun akan lebih baik jika pemilih lebih menjadikan isu-isu populis yang berkaitan hajat hidup orang banyak sebagai faktor utama dalam menentukan pilihan, misalnya, akan lebih baik jika masyarakat bisa mengenal visi misi dan program kandidat, track record kandidat, kepribadian kandidat dan mengenali langsung kandidat yang mau bersentuhan dengan masyarakat.
Selain itu kandidat juga perlu lebih banyak datang langsung menyapa masyarakat, menyamakan cita-cita perjuangannya dengan harapan masyarakat kemudian menggerakkan tim relawan yang massif dan didukung logistik yang memadai.
Dengan demikian pilwalkot akan lebih berkualitas jika menjadi ajang adu gagasan atau adu konsep untuk memperbaiki kota Semarang sehingga pemilih bisa menentukan pilihan walikota dengan lebih cerdas untuk kemajuan Kota Semarang.