SEMARANG, nukotasemarang.com – Pengurus Cabang Ikatan Alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PC IKA-PMII) Kabupaten Demak mengadakan kegiatan Workshop Kader Penggerak Intelektual Muslim dengan tema Membangun Peradaban Searah Cita-cita Pendiri NKRI pada momentum peringatan hari pahlawan pada hari Ahad tanggal 10 Nopember 2024 di Hotel Amantis Demak.
Ketua Umum PC IKA-PMII Kabupaten Demak, Hasan Hamid, S.Ag, MM, mengungkapkan, kegiatan ini diselenggarakan untuk mengenang perjuangan para pahlawan yang gugur dalam pertempuran Surabaya tepatnya pada tanggal 10 Nopember 1945 sekira 2,5 bulan sejak Indonesia merdeka tanggal 17 Agustus 1945. Pertempuran tersebut dipicu oleh kedatangan tentara sekutu yang saat itu sebagai pemenang perang dunia kedua. Kedatangannya dipimpin Inggris dengan diboncengi Belanda yang hendak kembali menjajah Indonesia.
“Pertempuran 10 Nopember tak lepas dari resolusi jihad yang dikumandangkan KH Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama (NU) sehingga mengundang kedatangan para ulama dan santri di Jawa dan Madura untuk datang ke Surabaya guna mengadakan pertempuran melawan tentara Sekutu. Berkat perjuangan rakyat melawan pasukan Sekutu itu akhirnya mereka tahu bahwa Indonesia tidak bisa diangggap enteng. Rakyat Indonesia menunjukkan jiwa patriotisme yang pantang menyerah dan inilah nilai-nilai kepahlawanan yang harus kita teladani dan teruskan dalam rangka membangun Indonesia ke depan agar lebih baik,”
Sedangkan narasumber workshop, Dr. M Kholidul Adib menerangkan, bahwa salah satu wujud komitmen kita sebagai generasi muda untuk melanjutkan perjuangan para pahlawan adalah kita harus menginternalisasi nilai-nilai juang kepahlawanan dalam kehidupan kita sehari-hari dalam wujud jihad melawan money politics dan korupsi. Money politics dan korupsi adalah dua musuh bangsa ini yang saat ini semakin menggerogoti tujuan nasional bangsa kita yaitu Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat adil dan makmur. Keduanya meggurita apalagi saat digelar pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah hampir tidak bisa lepas dari budaya money politics dan dampaknya adalah angka korupsi yang semakin tinggi.
Adib menjelaskan definisi Korupsi menurut World Bank (2000) adalah Penyalahgunaan Kekuasaan Publik untuk Keuntungan Pribadi”. Definisi World Bank ini menjadi standar internasional dalam merumuskan korupsi. Menurut Adib, money politics dan korupsi saling berkaitan. Keduanya adalah fenomena sosial, politik, dan ekonomi yang kompleks. Money poltics dan korupsi telah merendahkan institusi demokrasi, memperlambat pertumbuhan ekonomi, dan menyebabkan ketidakstabilan pemerintahan.
Menurut Adib, sistem politik liberal (proporsional terbuka dalam pemilu legiuslatif dan pemilihan presiden langsung dan pemilihan kepala daerah langsung) telah menyebabkan menjamurkan money politics sehingga mengakibatkan budaya Politik Transaksional tidak bisa dibendung. Seolah-olah antara politisi dan masyarakat pemilih pun sekarang sudah menjadi pembeli dan pedagang, terjadi transaksi jual beli suara.
“Biaya politik kita sudah sangat mahal. Hasil wawancara saya dengan sejumlah caleg saat pemilu legislatif tahun 2024 yang lalu, rata-rata caleg RI yang jadi habis antara 10 – 30 M. Caleg jadi provinsi antara 3-10 M. Caleg jadi kab/kota antara 1-3 M. Ada memang caleg jadi yang habis uang di bawah rata-rata angka tersebut tapi jumlahnya sangat kecil. Hal ini juga terjadi pilpres atau pilkada. Untuk jadi presiden minimal butuh biaya 2-10 trilyun. Untuk jadi gubernur butuh kisaran 300-500 milyar. Untuk jadi bupati atau walikota butuh biaya 50 – 100 milyar. Uang sebanyak itu tentu semuanya bukan uang pribadi calon, bisa saja uang sumbangan dari pengusaha, bahkan ada yang dari botoh (penjudi politik). Sedangkan gaji mereka setelah terpilih tidak bisa menutup biaya politik yang sudah dikeluarkan apalagi ditambah ada iuran partai, biaya aspirasi konstituen dan biaya-biaya gaya hidup. Sehingga akan dilakukan berbagai macam cara dan langkah pintas yang bisa dengan cepat dapat mengembalikan modal politik sekaligus mempersiapkan untuk biaya politik pemilu berikutnya. Sayangnya biasanya dengan menjadikan APBN / APBD untuk sapi perahan.
Adib mengutip data Transparansi Internasional Indonesia (TII) tahun 2021 yang melaporkan selama ini uang rakyat dalam praktek APBN dan APBD menguap sekitar 30-40 persen oleh perilaku korupsi. Modus operandi korupsi yang paling banyak, sebesar 70 persennya pada pengadaan barang dan jasa oleh pemerintah. Sehingga perlu adanya sistem yang kuat, yang menjamin uang rakyat tersalurkan secara tepat guna dan tepat sasaran.
Data tersebut, kata Adib, menunjukkan ada potensi kebocoran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) mengalami kebocoran antara 30 hingga 40 % tiap tahun. Artinya jika APBN kita sekitar tiga ribu trilyun berarti ada potensi kebocoran seribu trilyun. Sementara Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) pada tahun 2020 baru bisa menyelamatkan sekitar 5 trilyun, artinya baru bisa menyelamatkan kurang 1 % dari potensi kebocoran APBN APBD. Padahal uang seribu trilyun yang menguap itu bisa untuk membiayai pendikan gratis hingga perguruan tinggi, membiayai kesehatan gratis masyarakat, bisa membangun jalan dan bisa untuk modal usaha pelaku UMKM agar rakyat makmur sejahtera.
Adib menegaskan, tantangan terberat bangsa Indonesai saat ini adalah berjuang melawan budaya money politics dan korupsi.
“Jika dulu kita perang melawan penjajah maka kita sekarang perang melawan bangsa kita sendiri yang menggerogoti nilai-nilai kepahlawannya dengan menjadi pecundang melalui budaya money politics dan budaya koruptif yang dapat merusak kehidupan demokrasi di Indonesia. Money politics dan korupsi ini bahaya laten yang bisa membawa bangsa ini jatuh dalam kebangkrutan. Jangan sampai negara yang sudah didirikan dengan susah payah oleh para pendiri NKRI ini jatuh karena budaya money politics dan korupsi yang meraja lela, hal ini patut kita khawatirkan karena masyarakat termasuk para akademisi dan para ulama pun seolah-olah sudah mulai apatis bahkan permissive, seolah-olah sudah menganggapnya sebagai hal yang lumrah, ini kan berbahaya bagi masa depan bangsa ini,” tandas Adib.
Bangsa Indonesia ini punya potensi besar untuk maju sebagai negara maju. Kelebihan kita ini memiliki tanah air yang luas, kaya sumber daya alam, penduduk yang besar 282.477.584 jiwa (87 % beragama Islam yang moderat), mempunyai ideologi pemersatu Pancasila dan kayak dengan budaya lokal. Sayangnya kita memiliki kelemahan yang parah. Akibat sistem politik dan ekonomi pasar bebas (individualis) yang belum dimbangi dengan Sumber daya manusia (SDM) yang unggul dan sejahtera serta rapuhnya karakter bangsa, sehingga budaya money politics dan korupsi semakin merajalela.
“Ancaman terberat bangsa kita adalah ketika sudah membudaya praktek korupsi dan masyarakat sudah menganggapnya sebagai hal lumrah. Hal ini akan mudah menyebabkan konflik internal akibat mulai merebaknya budaya individualisme, sehingga rentan disintegrasi bangsa. Ini yang harus kita tanggulangi. Padahal punya peluang untuk menjadi bangsa yang besar manakala mampu menjaga ideologi nasional nasional, mengelola SDM dan SDA dengan baik, sehingga visi Indonesia Emas 20245 bisa terwujud.