Pada umumnya umat Islam di Indonesia khususnya di Jawa Tengah memiliki berbagai aktivitas yang bersifat ekspresi sosial keagamaan yang mengukuhkan bahwa agama memiliki peran penting bagi kerukunan warga dan mengokohkan budaya guyub sebagai identitas bangsa Indonesia.
Tradisi Syawalan dan Halal Bi Halal merupakan tradisi sosial keagamaan yang bersifat khas Indonesia. Keduanya diadakan oleh umat Islam di bulan Syawal untuk memperkuat silaturahim dan saling mengokohkan hubungan sosial keagamaan di kalangan masyarakat.
Tradisi Syawalan dan Halal Bi Halal berakar dari tradisi keagamaan sudah lama dibangun para ulama.
Kalau tradisi syawalan sudah berkembang sejak beberapa abad yang lalu sedangkan tradisi halal bi halal sebagai sebuah nama dan istilah baru muncul belakangan saat Presiden Soekarno meminta saran kepada KH A Wahab Chasbullah untuk mengakurkan kembali para elit bangsa yang sedang bertikai sesaat setelah dekrit presiden tahun 1959.
Saat itu KH A Wabah Chasbullah mengusulkan kepada presiden untuk mengadakan kegiatan halal bi halal dengan mengundang para tokoh bangsa yang sedang berselisih pandangan dengan memanfaatkan kesempatan hari raya idul fitri semua pihak bisa saling bertemu dan memaafkan satu sama lain untuk saling menghalalkan sebab bermusuhan dalam agama hukumnya haram maka hendaknya menyudahi perselisihan dan permusuhan yang diharamkan agama agar menjadi halal. Karena saling menghalalkan hubungan maka kemudian dikenal istilah halal bi ke halal.
Secara substansi baik Syawalan maupun halal hi halal mempunyai makna yang sama yaitu kegiatan sosial keagamaan yang mana umat Islam berkumpul di suatu tempat yang diadakan di bulan Syawal masih dalam suasana idul fitri dimana manusia berkumpul untuk mengikuti acara seremonial, maulidan, tahlil dan doa bersama kemudian dilanjut makan bersama.
Kalau dalam acara syawalan seringnya diadakan pada hari kedelapan bulan Syawal pada waktu usai jamaah shalat subuh dan bertempat di musholla atau masjid dengan peserta jamaah warga sekitar dengan membawa makanan yang khas yaitu ketupat dan lontong dengan lauk pauk dan sayur yang beraneka ragam.
Sedangkan dalam acara halal bi halal waktunya lebih longgar kapan saja selama masih dalam bulan Syawal dan pesertanya biasanya lebih umum bisa diadakan oleh instansi pemerintah maupun peserta, komunitas tertentu bisa rekan kerja sekantor, alumni sekolah, anggota ormas, atau warga kelurahan. Tempatnya lebih bebas tidak harus di masjid atau musholla bisa di istana negara, balai kota, rumah dinas pejabat, kantor, rumah makan, tempat wisata, dan lain sebagainya. Makanan yang disajikan pun menunya lebih bebas dan variatif.
Walhasil baik syawalan maupun halal bi halal sama-sama kegiatan positif yang bertujuan untuk membina kehidupan sosial yang lebih harmonis dengan saling memaafkan satu sama lain dan menuju hari esok dengan lebih baik.