SEMARANG, nukotasemarang.com– Beberapa waktu lalu kita digegerkan oleh penuturan Ahmad Baso yang mengaku menemukan naskah kuno berbahasa Arab yang ditulis oleh Ibnu Majid menyatakan bahwa sang penulis naskah telah mendatangi kerajaan Demak tahun 1462 M dan diterima Sultan Fatah di serambi Masjid Agung Demak.
Dengan data tersebut Ahmad Baso menyimpulkan bahwa Kesultanan Demak sudah ada pada tahun 1460 M dan Keraton Demak berada di serambi Masjid Demak termasuk lembaga peradilan juga ada di serambi Masjid Demak.
Ahmad Baso menyampaikan kesimpulan demikian itu dalam forum diskusi dan bedah buku Babad Demak dan Historiografi Walisongo yang diselenggarakan di serambi Masjid Agung Demak pada awal Agustus 2025.
Kesimpulan Ahmad Baso yang hanya berdasar satu sumber data dari Arab ini mendapat tanggapan dari Prof. Dr. H. Arief Junaidi M.Ag. (Ketua LP2M UIN Walisongo) saat menjadi pembicara dalam kegiatan refleksi kemerdekaan ke-80 dan launching buku “Menyalakan Api Perlawanan Masterpiece Perjuangan Ulama Jawa Tengah Melawan Penjajah” pada hari Jum’at, 22 Agustus 2025 Pukul 13.00 – 17. 00 WIB bertempat di aula Wisma Perdamaian Tugu Muda Semarang.

Prof. Dr. H. Arief Junaidi M.Ag menilai kesimpulan Ahmad Baso tergesa-tergesa karena dalam mengkaji sejarah kita harus menempatkan data pada locus dan tempus yang tepat agar kita bisa tepat pula dalam membuat kesimpulan. Untuk itu kita harus membekali dengan data selengkap mungkin.
“Kalau kita meneliti sejarah Demak maka kita mesti melengkapi dengan data-data dari sumber babat dan data-data dari Barat seperti dari Portugis, kemudian Cina dan sebagian kecil dari Arab. Kita tidak bisa hanya memfokuskan pada satu sumber sejarah dengan menegasikan sumber-sumber sejarah yang lain,” tutur Prof. Dr. H. Arief Junaidi.
Dikatakan, Ahmad Baso cenderung menolak data dari Barat dan lebih menerima data dari Arab padahal data dari Arab sedikit sekali.
“Sebagai peneliti kita mestinya dapat menerima data-data dari manapun kita kumpulkan kemudian diverifikasi atau diuji validitasnya apakah data-data yang kita dapatkan itu sahih apa tidak kemudian dibuat intrepretasi dan disusun historiografi,” tutur Prof. Dr. H. Arief Junaidi, M.Ag.
Menurut Prof. Dr. H. Arief Junaidi, menulis sejarah itu bagian dari upaya kita untuk mencari pijakan agar tidak salah. Orang yang mau merengkuh masa depan tapi mengabaikan masa lalu akan muda terjerembab.
Prof. Dr. H. Arief Junaidi M.Ag kemudian menjelaskan bahwa jika pada tahun 1462 sudah ada Kesultanan Demak sementara para sejarawan menulis Sultan Fatah lahir tahun 1455 M.
Kalau Sultan Fatah lahir tahun 1455 di Palembang maka jika dikatakan oleh Ahmad Baso bahwa pada tahun 1462 sudah ada orang Arab datang ke Kerajaan Demak dan ditemui Sultan Fatah di Serambi Masjid Demak berarti saat itu usia Sultan Fatah baru 5 tahun. Ini yang menjadi pertanyaan dari sumber data dari Arab yang dikemukakan Ahmad Baso.
Jika tahun 1460 M benar sudah ada kerajaan Demak maka siapa sultannya atau status saat itu sebagai tanah kesultanan yang merdeka apa masih sebatas komunitas muslim awal sebelum Demak menjadi kesultanan.
Sementara kalau kita baca di gerbang Majapahit ada candra sengkala sirna ilang kertaning bhumi.
Para peneliti sejarah mengartikan sirna itu berarti nol kemudian ilang juga berarti nol sedangkan kertaning itu maknanya kota yang punya empat ujung arah sehingga diartikan empat dan bhumi berarti satu. Jadi dibaca 0041 atau kalau dibalik menjadi 1400 tahun saka. Selisih tahun saka dengan tahun masehi itu 78 maka kalau dicarikan masehinya jadi tahun 1478 M. Kalau Majapahit baru runtuh tahun 1478 M apakah mungkin pada tahun 1460 sudah berdiri Kesultanan Demak.
“Jadi kita harus melihat data secara utuh dari manapun asalnya kemudian kita uji validitasnya,” ucap Prof. Dr. H. Arief Junaidi.
Menurut Dr. M Kholidul Adib yang juga pemerhati sejarah, bahwa Tambo Kronik Sampo Kong memberi informasi bahwa Sultan Fatah memiliki nama kecil Jin Bun memang lahir tahun 1455 M di Palembang dan memiliki ibu berdarah Tionghoa yang menurut Purwaka Caruban Nagari bernama Siu Ban Ci yang dijadikan istri selir Bhre Kertabhumi.
Tambo Kronik Sampo Kong mencatat Jin Bun anak Kung-ta-bu-mi atau Bhre Kertabhumi waktu itu masih menjadi putra mahkota Majapahit.
Dr. M Kholidul Adib mengatakan bahwa Bhre Kertabhumi kemudian menjadi Raja Majapahit selama empat tahun yaitu tahun 1474-1478 dan bergelar Brawijaya V.
Pada masa inilah Pangeran Jin Bun atau Raden Fatah diberi tanah di Glagahwangi Demak dan diangkat menjadi Adipati pada tahun 1477 saat usia menginjak 22 tahun.
Pada tahun 1478 Bhre Kertabhumi digulingkan oleh Girindrawardhana dari Daha Kediri yang bergelar Brawijaya VI.
Pada tahun 1478 saat Majapahit runtuh akibat diserang Girindrawardhana dari Daha Kediri maka Demak kemudian merdeka dan memimpin persekutuan para adipati di Pantura Jawa dengan tidak mau tunduk kepada Daha Kediri.
“Pada tahun 1478 itu pula Raden Fatah kemudian dikukuhkan atau dilantik menjadi Sultan Demak oleh Sunan Giri yang saat itu memimpin Majlis Walisongo angkatan ke-5. Pandangan politik Sunan Giri kemudian menjadi rujukan dalam tata kelola keraton Demak,” tutur Adib.
Sedangkan Sri Sultan Hamengkubuwono X pada tahun 2012 di depan forum Konges Umat Islam Indonesia (KUUI) ke-6 di Yogjakata menyatakan bahwa Sultan Fatah dilantik menjadi Sultan Demak pada tahun 1479 oleh utusan Sultan Turki Ustmani sebagai Khalifatullah ing tanah Jawi sebagai perwakilan kekhalifahan Tuki Ustmani di tanah Jawi.
“Saat itu yang menjadi Sultan Turki Ustmani adalah Sultan Muhammad Al-Fatih yang berkuasa tahun 1432-1481 M yang pada tahun 1453 berhasil merebut Konstantinopel Byzantium yang kemudian diubah menjadi kota Istambul Turki,” tandas Adib.
Selain dua versi penobatan Raden Fatah menjadi Sultan Demak tersebut, lanjut Adib, juga masih ada sejumlah versi lain.
Misalnya informasi dari Babad Loano yang menyebutkan bahwa penobatan Raden Fatah menjadi Sultan Demak terjadi pada malam Gerebeg Besar tanggal 12 Rabiul Awal atau 12 Maulid tahun 1425 saka atau tepat tanggal 28 Maret 1503 M. Malam itu digambarkan Sultan Fatah duduk di atas kursi Singgasana di Siti Hinggil Keraton menghadap ke arah utara dimana alun-alun berada. Para ulama, adipati dan pejabat kerajaan hadir.
“Peristiwa penobatan Raden Fatah menjadi Sultan Demak pada saat malam Gerebeg Besar tanggal 12 Rabiul Awal atau 12 Maulid 1425 tahun saka atau tepat tanggal 28 Maret 1503 M ini kemudian oleh Pemkab Demak dijadikan rujukan untuk ditetapkan sebagai hari jadi kabupaten Demak,” tutur Adib.
Adib menjelaskan setidaknya ada 7 teori tentang dimulainya pembangunan masjid Demak dan ada 6 teori tentang kapan waktu penobatan Raden Fatah menjadi Sultan Demak.
“Semua teori diterima sebagai khazanah sejarah Demak, dan sebagian susah kami jelaskan di atas,” tutur Adib.

Menyikapi polemik di atas, Prof. Dr. H. Musahadi M.Ag Ketua Umum PW IKA-PMII Jawa Tengah menegaskan, bahwa dalam penulisan sejarah harus menggunakan metode analisa data yang dapat dipertanggungjawabkan. Metode analisis data dalam penulisan sejarah meliputi beberapa tahapan yang sistematis, yaitu heuristik (pengumpulan sumber), verifikasi (kritik sumber), interpretasi (analisis dan penafsiran), dan historiografi (penulisan sejarah).
“Metode analisa data ini sangat penting untuk memastikan keakuratan dan keabsahan informasi sejarah yang ditulis,” ujar Prof. Dr. H. Musahadi M.Ag.
Tujuan dan pentingnya peneliti sejarah memakai metode analisa data adalah untuk memastikan keabsahan dan keakuratan informasi.
“Metode analisa data membantu sejarawan dalam memastikan bahwa informasi yang digunakan dalam penulisan sejarah adalah valid dan akurat,” ujar Prof. Dr. H. Musahadi, M.Ag.
Walau demikian penulisan sejarah tidak lepas dari subyektivitas. Sejarah kadang ditulis untuk kepentingan pihak tertentu.
“Penulisan sejarah kadang tidak lepas dari ideologi dan kepentingan penulis sehingga kadang hasilnya kurang ideal,” tandas Prof. Dr. H. Musahadi M.Ag. []