Oleh : Dr Eko Setiobudi, SE, ME (Ketua Pengurus Ranting Tanfidziyyah Nahdlatul Ulama (PR NU) Desa Limusnunggal Kec Cileungsi Kabupaten Bogor, kecil dan besar di Semarang).
Kaderisasi adalah ruh dalam sebuah organisasi. Kaderisasi dibutuhkan bukan hanya untuk meneruskan tongkat estafet kepemimpinan, tetapi guna meneruskan keberlangsungkan organisasi ke depan dan di masa yang akan datang.
Hal yang lebih besar dengan mandat organisasi yang jauh lebih besar dan nyata, ada di dalam Nahdlatul Ulama (NU). Sebagai organisasi yang bermazhab Ahlussunnah wal Jamaah Annahdliyah, kaderisasi dalam tubuh NU bukan hanya untuk eksistenti NU tetapi lebih besar adalah untuk meneguhkan komitmen berbangsa dan bernegara dalam wadah NKRI dan melestarikan amaliah Ahlussunnah wal Jamaah Annahdliyah di dunia, bukan hanya di Indonesia. Pasalnya NU sudah tersebar di berbagai negara di belahan dunia.
Pada level struktur organisasi yang di bawah atau akar rumput, seperti Ranting NU dan Anak Ranting NU, peran kaderisasi jauh lebih kompleks dan dinamis. Pasalnya kaderisasi dalam tubuh Ranting NU dan Anak Ranting NU bukan semata-mata berorientasi keberlanjutan kepemimpinan dan eksistensi organisasi, tetapi juga berorientasi untuk menjami’yahkan warga dan masyarakat yang selama ini adalah jamaah NU, yang semuanya bermuara pada peran besar NU yang mampu memberikan azas kemanfaatan dalam kehidupan bermasyarakat di lingkungannya masing-masing.
Oleh sebab itu, kata kunci bagi kaderisasi agar mampu berjalan dengan baik dalam level Ranting NU dan Anak Ranting NU adalah :
- Leadership. Skill kememimpinan yang terampil menjadi kata salah satu faktor dan prasyarat dalam menahkodai organisasi, termasuk di dalamnya adalah Ranting NU dan Anak Ranting NU. Mengutip pendapat Robbins & Judge Kepemimpinan yang baik adalah kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok menuju pencapaian sebuah visi atau serangkaian tujuan. Dengan demikian kepemimpinan sebagai proses dimana seseorang individu mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan bersama, yaitu mewujudkan visi dan misi NU.
- Spirit bergerak dan berpikir out of the box, yakni menjadikan terus bergerak atau berharokah mengembangkan NU sebagai organisasi pergerakan dalam bingkai Ahlussunnah wal Jamaah Annahdliyah yang bergerak dalam bidang keagamaan, pendidikan, social, budaya dan ekonomi dalam levelnya masing-masing.
- Ikhlas, totalitan dan lahir-batin. Mengapa harus ikhlas ? Kata ini cukup sederhana namun cukup sulit untuk mengiplementasikannya. Sebagai organisasi social, menjadi pengurus NU termasuk pada level Ranting dan Anak Ranting tentunya tidak ada yang memberikan kompensasi material termasuk gaji. Pada sisi lain, organisasi dituntut untuk terus bergerak, berkembang, beramaliah dan bekerja untuk membesarkan panji-panji NU pada setiap levelnya. Atas dasar tersebut, ikhlas menjadi keyakninan untuk mendapatkan berkah sekaligus ikhlas bergerak dengan bersandar pada Fatwa pendiri Nahdlatul Ulama KH. Hasyim Asy’ari, “Barangsiapa yang mau mengurus NU akan aku anggap sebagai santriku. Siapa yang menjadi santriku akan kudoakan khusnul khatimah beserta anak-cucunya”. Dengan demikian, bergerak dan mengurus NU tidak ada istilah untung dan rugi. Tentu makna lain adalah siapa saja yang mengurus dan merawat NU dengan sungguh-sungguh, maka Allah SWT akan mencukupi rezeki dan memenuhi apa yang dicita-citakannya, dan siapa saja yang masih berhitung-hitung mengabdi di NU, maka bisa katakana bahwa ia tidak totalitas dalam ber-NU. Inilah singkritisme antara Me-NGURUSI-NU dan Meng-KURUSI-NU.
Berangkat dari pemikiran tersebut di atas, maka output daresisasi yang berjalan di level Ranting NU dan Anak Ranting NU, diantaranya harus meliputi ; - Meningkatnya kualitas kepemimpinan, pengurus dan jami’yyah, yang artinya adanya peningkatan kemampuan, kualifikasi dan kompetensi yang dimiliki oleh Sebagian atau bahkan semua pengurus Ranting dan Anak Ranting NU. Dan tentunya bukan hanya pada bidang keagamaan semata, tetapi juga pada bidang lain seperti keagamaan, pendidikan, social, budaya dan ekonomi dalam levelnya masing-masing.
- Kemampuan berfikir efektif dalam mengambil keputusan, berinovasi dan berimprovisasi, baik dalam menjalani kehidupan individunya sebagai manusia maupun dalam menjalankan semua tugas dan peran dalam organisasi Ranting dan Anak Ranting NU. Sehingga mampu berfikir efektif secara (a) intra-personal yakni yang berlangsung didalam psikis atau otak seseorang, yang bersangkutan dengan atau untuk dirinya sendiri, (b) inter-personal, yakni yang berlangsung didalam psikis atau otak seseorang,yang berhubungan dengan dan berakibat sesuatu pada orang.
- Meningkatkan partisipasi peran Ranting dan Anak Ranting NU dalam kehidupan di masyarakat dengan mengedepankan azas kemanfaatan, sinergitas dan keberlanjutan. Dalam konteks inilah Kerjasama dalam rangka mengali dan mengunakan semua potensi pengurus dan jami’yah NU menjadi penting agar semua dapat berpartisipasi secaraefektif dan efisien sesuai dengan kapasitas masing-masing.
- Menggali dan meningkatkan kreativitas pergerakan atau harokah. Karena bagaimanapun dinamika zaman telah berubah dan berkembang sedemikian cepat yang melapui cara berpikir linier dan konservatif manusia. Dengan kreatifitas pergerakan maka NU akan mamo uterus beradaptasi dalam bentuk perubahan dan perkembagan zaman apapun, meskipun tetap harus mendasarkan dirinya pada amaliah Ahlussunnah wal Jamaah Annahdliyah. Strategi dan tahapan sederhana dalam mendorong kreatifitas pergerakan diantaranya adalah (a) Menciptakan dan mengembangkan suasana atau iklim organisasi yang mampu menumbuh kembangkan dan meransang kreativitas sesuai dengan kebutuhan jamaah, (b) Menciptakan dan mengembangkan kerjasama yang dapat menumbuhkan perasaan ikut bertanggung jawab dalam mewujudkan usaha mengembangkan dan memajukan organisasi secara bersama-sama, (c) Merumuskan tujuan jangka pendek dari sebuah pergerakan atau harokah yang menyentuh kepentingan bersama, diiringi dengan usaha memasyarakatnya dilingkungan jamaah.
MARILAH BER-NU LAHIR DAN BATIN
Saatnya Me-NGURUSI-NU, Bukan Meng-KURUSI-NU